Jumat, 08 September 2023

Raker Dengan Mendagri, Senator M Nuh Soroti Potensi Konflik Kepala Daerah

    Jumat, September 08, 2023  


PATIMPUS.COM -  Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sukses menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada 4 September 2023 di Ruang Sriwijaya gedung B Kompleks DPD RI Senayan Jakarta.


Raker Komite I DPD RI dengan Mendagri membahas tentang pelaksanaan urusan Pemerintah Daerah pasca keluarnya Undang-undang cipta kerja, Pejabat (Pj.) Kepala Daerah, Penataan Daerah Otonom Baru. Selain itu juga pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan UU  Jakarta. 


Raker tersebut diikuti oleh anggota Komite I DPD RI dan dipimpin oleh Ketua Komite I, Senator Fachrul Razi. Dalam sambutan pengantarnya Fachrul Razi mempertanyakan pelaksanaan  otonomi daerah dewasa ini yang menurutnya otonomi daerah dilaksanakan dengan kewenangan yang besar bagi daerah dan DPD RI akan terus memperjuangkan Revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah.


Sementara itu, salah satu anggota senator DPD RI KH. Muhammad Nuh, MSP dalam raker bersama Mendagri tersebut, M Nuh sapaan akrabnya menyoroti 4 point mengenai kebijakan pemerintah.


Adapun empat (4) Point yang menjadi sorotan M Nuh diantaranya yaitu pertama terkait Pejabat (Pj) Kepala Daerah atau Pelaksana Tugas khususnya di Sumatera Utara (Sumut) menurut informasi yang dibacanya dari beberapa media 1 dari 10 Pj yang pelaksana tugas Gubernur merupakan TNI aktif.


"Ya, Alhamdulillah Raker berjalan lancar dan sukses, Kita menyoroti terkait Pejabat Kepala Daerah yang di angkat sebagai Pejabat Kepala Daerah di Sumatera Utara atau Pelaksana Kepala Daerah. Dan hal ini banyak di pertanyakan jangankan di masyarakat digrup DPD RI aja ini dipertanyakan, bahwa 1 diantara 10 calon kepala Pejabat Kepala Daerah adalah di Sumatera Utara, dari informasi yang tersebar di media yang kita baca merupakan TNI aktif," kata M Nuh saat di konfirmasi via WhatsApp pada Kamis (7/9).


"Jadi hal tersebut ingin kita pertanyakan secara praktis. Tentu ini karena terkait dengan peraturan yang kita miliki, cukup jelimat ya saya coba  telusuri. Kita ada undang-undang ASN, kita ada undang-undang TNI, undang-undang Polri, dan sebagainya, pada kesempatan ini, karena tuan rumahnya yang punya gawean Kementrian Dalam Negeri, kalau dilihat alurnya keputusan itu dipimpin langsung oleh Presiden, kita ingin mendapatkan penjelasan yang praktis, yang mudah memahamkan kepada publik," lanjut M Nuh.


M Nuh juga memaparkan, mengenai hal tersebut lebih lanjut, "kalau kita anggota DPD RI berbaik sangka husnuzon dengan kebijakan pemerintah tersebut, tapi persoalannya kita ini tercekik antara dinamika sosial di masyarakat umum dengan kebijakan Pemerintah yang banyak orang bisa soroti dengan beragam pandangan, jadi kita ingin mendapatkan penjelasan singkat dan mudah TNI-POLRI untuk Kepala atau pejabat daerah tersebut," jelas M.Nuh.


Lalu yang kedua, sebut M Nuh lagi. Senator asal Sumut itu menyoroti terkait penyampaian Mendagri adanya potensi konflik antara Gubernur, Bupati dan Walikota. Menurut M. Nuh adanya hal tersebut merupakan realita yang tidak mudah diatasi di lapangan.


M Nuh menilai sebaiknya Mendagri perlu diperkuat, mulai atas hingga alur kebawahnya agar tidak terlibat kepentingan-kepentingan politik mengingat Kementrian Dalam Negeri merupakan sebagai pengelola urusan pemerintah dalam negeri.


"Pak Tito selaku Mendagri, saat itu menyampaikan adanya potensi konflik antara Kepala Daerah, Bupati dan Walikota paling tidak antara Gubernur, Bupati dan Walikota serta ditambah oleh pemimpin kita tadi bahkan antara Kepala Daerah dengan Wakil Kepala Daerah, jadi saya fikir hal itu merupakan realita yang tidak mudah kita hadapi di lapangan,"  jelas M Nuh.


"Dalam hal ini, saya yakin semua Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut takut pada Menteri Dalam Negeri sebagai pengelola urusan Pemerintahan dalam negeri,  jadi menurut saya yang perlu diperkuat adalah  Kementrian Dalam Negerinya dengan alur  hingga kebawahnya dengan demikian negara yang kita cintai ini menjadi stabil. Walau demikian ya, tentu tak bisa kita nafikan adanya kepentingan-kepentingan politik tadi ya, tapi jangan sampai mengganggu kinerja Kementrian dalam negeri yang sangat di butuhkan masyarakat," papar M Nuh.


Point ke 3 lain yang menjadi sorotan M Nuh yaitu terkait Undang-undang Cipta Kerja. Menurutnya antitesa terkait undang-undang cipta kerja yang disoroti publik ini merupakan kebijakan dari pemerintahan sebelumnya yang sentralistik sehingga di era reformasi ini bukan hanya desentralisasi dan otonomi daerah, tapi otonomi desa pun dirorong.


Sehingga sambung M Nuh lagi dengan undang-undang cipta kerja ini kesan resentralisasi ini tidak bisa di pungkiri meskipun Mendagri sudah memaparkannya, M. Nuh berharap ada penjelasan yang singkat dan mudah, serta ada bukti-bukti nyata bahwa undang-undang cipta kerja ini tidak seperti apa yang disoroti kebanyakan publik.


Selanjutnya terakhir kata M Nuh. Ia menyoroti terkait moratorium pemekaran wilayah. "Undang-undang yang kita dapatkan, sebetulnya sekarang bandul pemekaran itu adanya di eksekutif dengan persiapan tiga (3) tahun. Dan tahun yang lalu bandul itu berada di partai politik yaitu di legislatif karena aspirasi politik yang didahulukan. Jadi secara pribadi saya setuju, pemerintahlah selaku eksekutif yang mengelola keadaan, tetapi tampaknya ini perlu di kompromikan terutama di DPD RI banyak sorotan ketika Papua di buka, ini sedikit tentang apa yang namanya pencabutan moratorium tetapi yang lain belum," jelas M Nuh tentang Point akhirnya.


M Nuh juga memaparkan hasil rapat kerja Komite I DPD RI dengan Mendagri. Ia mengatakan sedikitnya ada 7 Point kesimpulan yang di sepakati kedua pihak, diantaranya : 


1. Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan memperkuat otonomi daerah dan menata sistem hubungan pusat dan daerah dalam bingkai NKRI termasuk pemekaran daerah otonom. 


2. Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk memastikan proses penunjukan Penjabat Kepala Daerah dilakukan dengan demokratis, transparan, akuntabel,  memperhatikan dengan sungguh-sungguh dinamika sosial politik di daerah dan mempertimbangkan masukan dari DPD RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 


3. Komite I DPD RI mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi Penjabat Kepala Daerah agar lebih mementingkan kepentingan daerah dan masyarakat. 


4. Komite I DPD RI bersepakat dengan Pemerintah akan melibatkan DPD RI dalam melaksanakan pembinaan dan rapat koordinasi terhadap Pj. Gubernur, Bupati dan Walikota dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Kemendagri di setiap daerah. 


5. Komite I DPD RI mendorong Pemerintah untuk membuat regulasi teknis atau revisi pengaturan pelantikan Kepala Daerah hasil pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2024 sehingga Januari 2025 telah menghasilkan Kepala Daerah definitif. 


6. Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk melakukan percepatan penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dan memperhatikan substansi Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya yang telah disusun oleh Komite I DPD RI. 


7. Komite I DPD RI meminta Pemerintah agar Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dikembalikan ke Kota Banjarmasin dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

(son)

Previous
Next Post
Tidak ada komentar:
Write Berikan komentar anda
© 2023 patimpus.com.