Tampilkan postingan dengan label KPK RI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KPK RI. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Mei 2021

KPK Bantah Nonaktifkan 75 Pegawai, Hanya Minta Serahkan Tugas

    Selasa, Mei 11, 2021  



PATIMPUS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah penonaktifan 75 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), termasuk Novel Baswedan.


Lembaga anti rasuah tersebut mengatakan, SK tersebut berisi penonaktifan pegawai yang tak memenuhi syarat (TMS) sebagai ASN.


"Dapat kami jelaskan bahwa saat ini pegawai tersebut bukan nonaktif karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaiannya masih tetap berlaku," kata Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Selasa (11/5).


Ali mengatakan, pegawai hanya diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya masing-masing. Hal ini sampai adanya keputusan lebih lanjut.


Ali menyebut SK itu diteken berdasarkan hasil rapat pada 5 Mei 2021 yang dihadiri pimpinan, Dewan Pengawas, dan pejabat struktural KPK.


"Penyerahan tugas ini dilakukan semata-mata untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan," kata Ali.


Ia mengatakan, pelaksanaan tugas pegawai yang tak lulus TWK selanjutnya berdasarkan arahan atasan langsung yang ditunjuk.


Ali menyatakan KPK tengah berkoordinasi secara intensif dengan BKN dan KemenPANRB untuk menentukan nasib 75 pegawai yang tidak lolos TWK. 


"KPK berharap dukungan media dan masyarakat untuk mengawal agar semua proses alih status pegawai KPK menjadi ASN bisa berjalan sesuai prosedur dan tepat waktu," pungkasnya.


Diketahui terdapat 4 poin dalam SK pimpinan itu:


Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.


Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.


Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.


Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Novel Baswedan Dinonaktifkan KPK

    Selasa, Mei 11, 2021  



PATIMPUS.COM - Novel Baswedan dan 75 pegawai KPK dinonaktifkan. Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) tertanggal 7 Mei 2021, karena dianggap tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan.


SK tersebut ditandatangani Ketua KPK, Firli Bahuri. Sementara untuk salinan yang sah, ditandatangani oleh Plh Kabiro SDM Yonathan Demme Tangdilintin.


Dalam SK tersebut, terlihat bahwa poin kedua menyatakan, bahwa kepada pegawai yang tidak memenuhi syarat TWK, menyerahkan tugas kepada atasannya sambil menunggu keputusan lebih lanjut.


Diketahui, penyidik senior KPK Novel Baswedan, Ambarita Damanik, hingga Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo masuk ke daftar tak lulus TWK tersebut. Kini mereka dinonaktifkan.


Berikut rincian isi SK penonaktifan 75 pegawai KPK tak lolos TWK:


Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.


Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.


Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.


Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Senin, 10 Mei 2021

Bupati Nganjuk Ditangkap KPK, Ternyata Anggota Ini

    Senin, Mei 10, 2021  



PATIMPUS.COM - Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Novi Rahman Hidayat diringkus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT), Minggu (9/5/2021).

KPK menyebutkan bahwa operasi tangkap tangan di Nganjuk Jawa Timur terkait dengan perkara korupsi dalam lelang jabatan di Pemkab Nganjuk.


Hal tersebut dipaparkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Senin (10/5/2021) dinihari saat dikonfirmasi wartawan.


"Diduga tindak pidana korupsi (TPK) dalam lelang jabatan, detilnya kita sedang memeriksa, bersabar dulu nanti kita ekspose (gelar perkara)," kata Ghufron, Senin (10/5/2021) dini hari.


Sebelumnya, KPK membenarkan telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat pada Minggu (9/5/2021).


Ghufron masih belum memerinci siapa saja pihak yang turut diamankan. Dia juga masih belum membeberkan berapa jumlah uang yang ikut diamankan tim Satgas KPK.


"Benar KPK melakukan tangkap tangan di Nganjuk, siapa saja dan berapa uang yang diamankan kita sedang melakukan pemeriksaan," kata Ghufron.


Bantah Anggota Banser


Setelah kabar operasi tangkap tangan itu beredar, nama Novi pun ramai diperbincangkan di media sosial. Dia disebut-sebut sebagai anggota Barisan Ansor Serbaguna alias Banser.


Berbagai akun twitter mengunggah foto Novi mengenakan seragam loreng-loreng khas Banser.


"Saya Indonesia..

Saya Pancasila..

Saya Banser..

Saya Ditangkap KPK..," ungkap akun twitter @MeghanReborn, lengkap dengan unggahan foto Novi mengenakan seragam Banser.


Terdapat juga akun @maspiyuaja yang menyebut secara gamblang bahwa Bupati Nganjuk yang kena OTT KPK adalah Anggofa Banser.


Berdasarkan penelusuran di media sosial, akun Facebook Ansor Nogosari menyebut bahwa Novi merupakan Bupati Nganjuk yang juga anggota Banser.


Di sisi lain, Wasatkorwas Banser Hasan Basri membantah bahwa Novi merupakan anggota maupun kader Banser.


"Bukan anggota dan kader," ucap Hasan saat dihubungi Bisnis, Senin (10/5/2021).



Jumat, 23 April 2021

KPK Tahan Terpisah Walikota Tj Balai dan AKP Stepanus

    Jumat, April 23, 2021  



PATIMPUS.COM - Dalam siaran Persnya, KPK menetapkan tiga tersangka dugaan TPK Penerimaan Hadiah/Janji oleh Penyelenggara Negara terkait Penanganan Perkara Walikota Tanjung Balai Tahun 2020-2021, yaitu SRP (Penyidik KPK), MH (Pengacara), dan MS (Walikota Tanjung Balai), 22 April 2021.


Untuk kepentingan penyidikan, SRP ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, sedangkan MH ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Tersangka MS, saat ini masih menjalani pemeriksaan intensif di Polres Tanjung Balai.


Konstruksi perkara diduga terjadi pertemuan antara SRP & MS di rumah dinas AZ (Wakil Ketua DPR RI) pada Oktober 2020. AZ memperkenalkan SRP dengan MS, karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjung Balai yang sedang dilakukan KPK.


SRP mengenalkan MH kepada MS untuk bisa membantu permasalahannya. SRP bersama MH bersepakat membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai agar tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 Miliar. 


KPK memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas terjadinya dugaan Penerimaan Hadiah/Janji yg dilakukan oleh oknum Penyidik KPK. Perilaku ini sangat tidak mencerminkan sikap Pegawai KPK yg harus menjunjung tinggi kejujuran & profesionalitas dlm menjalankan tugasnya.


Selain penanganan tindak pidana tersebut, KPK juga akan melaporkan dugaan pelanggaran etik ini kepada Dewan Pengawas KPK. KPK memastikan penanganan perkara ini akan dilakukan secara transparan dan mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi prosesnya.

Penyidik KPK AKP Stepanus Terima Suap Kasus Jual Beli Jabatan Pemko Tj Balai

    Jumat, April 23, 2021  



PATIMPUS.COM - Penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju diduga menerima suap dari Walikota Tanjung Balai Syahrial sebesar Rp 1,3 miliar dari total yang dijanjikan Rp 1,5 miliar terkait pengurusan perkara jual beli jabatan tahun 2019.


AKP Stepanus asal Polri telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Walikota Tanjung Balai, Syahrial. Peristiwa ini mencoreng nama baik KPK. Seorang penyidik yang harusnya memberantas korupsi malah terungkap diduga menerima suap penanganan perkara.


Menyikapi itu, Ketua KPK Komjen Firli Bahuri menegaskan pihaknya akan memperbaiki sistem. Menurutnya, harus ada perubahan dalam internal KPK.


"Jadi itu perlu ada perbaikan sistem, kami tak alergi perbaikan. Kami dukung perubahan. Perubahan adalah suatu keniscayaan. Kalau kita ingin baik, kita harus lakukan perubahan. Kalau kita ingin lebih sempurna maka kita harus sering lakukan perubahan," kata Firli saat konferensi pers, Kamis (22/4/2021).


"Untuk itu kami akan lakukan kajian untuk melakukan perbaikan apakah itu dari sistem rekrutmen apakah itu pembinaan kepegawaian, atau human capital atau SDM lain termasuk sarana prasarana," tambah dia.


Lebih lanjut, Firli mengatakan, pengawasan terhadap internal KPK sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh pegawai KPK tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas dan pimpinan KPK. Sehingga ia menyebut tiga unsur yang menjadi penentu baik buruknya KPK.


"Kami sampaikan juga bahwa saat ini pengawasan KPK bukan hanya KPK, tapi di dalamnya ada dewas, pimpinan KPK, pegawai KPK. 3 unsur ini menentukan baik buruknya KPK dan ingat, tak ada yang terjadi hari ini tanpa masa lalu dan masa depan ditentukan hari ini," tutup dia.


Dalam kasus ini, Stepanus dijerat sebagai tersangka penerima suap bersama seorang pengacara bernama Maskur Husain. Keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Adapun Syahrial menjadi tersangka pemberi suap dan dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.


Stepanus dan Maskur langsung ditahan usai jadi tersangka. Sementara Syahrial masih menjalani pemeriksaan.


Sabtu, 20 Februari 2021

KPK Kepada Pemda Se Sumut Hindari Korupsi Pelayanan Publik

    Sabtu, Februari 20, 2021  


PATIMPUS.COM - Masih banyaknya praktek pungli, suap, pemerasan atau gratifikasi di Sumatera Utara membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan peringatan keras.


KPK memperingatkan pemerintah daerah (pemda) Se Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menghindari praktik pemerasan, suap, atau gratifikasi dalam pelayanan publik. 


Demikian disampaikan dalam rapat koordinasi (rakor) bertema Pencegahan Korupsi dalam Pelayanan Publik, yang berlangsung di Aula Tengku Rizal Nurdin, Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jumat (19/2/2021).


Hadir dalam pertemuan ini adalah Gubernur Provinsi Sumut, Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumut, Bupati, Walikota, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dari Kabupaten dan Kota se-Provinsi Sumut.


Direktur Korsup Wilayah I KPK Didik Agung Widjanarko mengungkapkan, terdapat hubungan positif antara praktik korupsi dengan kelembagaan dan kualitas pelayanan publik. 


“Di antara tindak pidana korupsi sebagaimana disebut dalam undang-undang tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi adalah pemerasan, suap, dan gratifikasi, apalagi karena terkait pelayanan publik,” ujar Didik. 


Berdasarkan survei Ombudsman terhadap 19 pemda di Sumut atas kepatuhan pada standar pelayanan publik sejak 2015 sampai 2019, hanya 7 pemda dengan kepatuhan tinggi atau berada dalam zona hijau. Selebihnya, 12 pemda lainnya yang disurvei masih berada dalam kepatuhan sedang (zona kuning) dan kepatuhan rendah (zona merah). 


Ketujuh pemda itu adalah Kabupaten Deli Serdang, Kota Medan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumut, Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kabupaten Pakpak Bharat. 


Dalam kesempatan ini, lanjut Didik, KPK mendorong pemda membenahi kelembagaan pelayanan publik. Tujuannya, kata Didik, agar layanan publik makin transparan dan akuntabel, dengan minimal adanya Standar Operasi dan Prosedur (SOP), Standar Pelayanan (SP), dan saluran pengaduan masyarakat. 


“Kami mendapatkan informasi dari berbagai sumber mengenai perilaku layanan publik di sejumlah pemda di Sumut. Kami akan mendiskusikannya lebih lanjut dengan Gubernur dan pihak terkait lainnya,” ungkap Didik. 


Sementara itu, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumut Abyadi Siregar menyampaikan, kualitas pelayanan publik di pemda-pemda di Sumut masih relatif perlu perbaikan. 


Di Sumut, ucap Abyadi, pihaknya masih melihat belum semua pemda menerapkan standar layanan publik, sehingga ketiadaan ini manipulasi yang berakibat merugikan masyarakat. 


“Kondisi pelayanan publik di Sumatera Utara masih memperihatinkan. Negara hadir tapi justru menyusahkan rakyat. Pelayanan publik kita di daerah masih jauh dari yang diharapkan. Butuh mindset (pola pikir) yang diubah. Kita masih terjebak dalam hal-hal prosedural dan administratif. Yang diperlukan adalah layanan yang cepat, inovatif, dan berorientasi hasil,” tutur Abyadi. 


Menanggapi KPK dan Ombudsman, Gubernur Provinsi Sumut Edy Rahmayadi meminta semua pemangku kepentingan di pemda Se Provinsi Sumut untuk membenahi kualitas pelayanan publiknya. 


“Kenapa kita masih seperti ini terus. Saya kepingin tuntas, clear. Selesai semua. Kalau kita ingin jaga Sumatera Utara, ayo kita jagalah. Perbaiki layanan publik ini,” tegas Edy. (lim)

Jumat, 05 Februari 2021

Ulah Anggota Dewan Penyebab Sumut Provinsi Terkorup Ke 3

    Jumat, Februari 05, 2021  


PATIMPUS.COM - Sebagian besar kasus korupsi di Sumatera Utara dilakukan oleh anggota dewan sehingga menempatkan provinsi ini bertengger di posisi ke 3 sebagai provinsi terkorup se Indonesia.


“Sebagian besar perbuatan korupsi di Sumut didominasi anggota dewan, dengan berbagai modus, mulai dari uang ketok, pembuatan regulasi, dan lobi-lobi,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lily Pintauli Siregar, pada pertemuan semiloka yang digelar di ruang paripurna DPRD Sumut, Medan, Rabu (3/2/2021) kemarin.


Lily menyebutkan, dirinya merasa malu melihat Sumatera Utara hingga kini terkorup No 3 di Indonesia setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.


Hadir dalam acara itu, Gubsu Edy Rahmayadi, Wagub Musa Rajekhshah, Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting, para wakil ketua dan para anggota DPRD Sumut.


Penegasan Lily disampaikan merespon pandangan lima fraksi, yakni Partai Golkar (Wagirin Arman), Thomas Dachi (Gerindra), Panyabar Nakhe (PDI-P), Berkat Laoly (Nasdem), dan PKS (Hendro Susanto).


Kelima frasksi tersebut memberi apresiasi atas peran ditunjukkan KPK dalam penanganan korupsi yang akhir-akhir ini menunjukkan tren meningkat, termasuk di Sumut.


Menurut Lily, untuk tindak korupsi di Sumut, yang terkategorikan terkorup No 3 di Indonesia berdasarkan hasil survei sejumlah LSM dan penanganan yang dilakukan KPK, ditandai dengan jumlah kepala daerah, dan legislatif yang sudah ditahan dan sedang diproses hukum.


Untuk Sumut, terdapat dua Gubernur Sumut, 12 pimpinan DPRD Sumut, puluhan anggota dewan, bupati dan walikota yang sudah ditahan dan sedang dalam proses penyidikan.


“Terhadap sebagian lagi anggota DPRD Sumut lainnya yang sedang diproses dan masih menunggu putusan hukum, serta proses penyidikan lebih lanjut terhadap pihak terkait lainnya, kita saat ini selalu meminta masyarakat bersabar karena SDM di KPK masih minim,” katanya.


Hal itu merespon pandangan anggota dewan, Thomas Dachi yang mempersoalkan KPK masih tebang pilih, yang mempertanyakan tidak adanya pihak eksekutif yang belum ditahan terkait kasus suap mantan Gubsu Gatot Pudjo Nugroho.


“Kalau itu uang negara, kita pertanyakan kenapa pengelola anggarannya tidak tersentuh hukum atau ditahan,” ujarnya.


Terhadap hal itu, Lily meminta masyarakat bersabar, karena saat ini dengan 9 kordinator wilayah yang dibentuk KPK di 34 provinsi, kehadiran SDM di KPK saat ini masih minim dan belum maksimal menangani ratusan perkara yang ditangani lembaga antirasuah itu.


Lily juga merespon pandangan dua anggota dewan dari Nias yakni Thomas Dachi, Berkat Laoly yang menyoal belum tersentuhnya penanganan korupsi di Nias dan menyebutkan dirinya menjadwalkan akan berkunjung ke daerah itu dalam waktu dekat ini.


Dia juga merespon pandangan dua anggota DPRD Sumut Wagirin Arman dan Thomas Dachi yang meminta kehadiran KPK untuk ikut dalam proses anggaran di dewan, menegaskan untuk sementara KPK akan melakukan hal itu dengan cara zoom meeting.


“Saat ini masih pandemi Covid-19, sehingga KPK lebih memilih melakukan tugas dari kantor dan rumah, namun dia juga minta peran masyarakat dilibatkan aktif, termasuk dalam pelaporan dugaan kasus korupsi yang terjadi,” katanya.


Untuk meminimalisir praktik korupsi di Sumut, Lily berharap dengan semiloka yang digelar di DPRD Sumut, peringkat Sumut ketiga terkorup di Indonesia dapat terhapus dari zona korupsi di Indonesia. (don/cpb)

© 2023 patimpus.com.