GBI Berbagi Sembako pada Komunitas Media di Medan
| Jumat, September 10, 2021

By On Jumat, September 10, 2021


PATIMPUS.COM - Gereja Bethel Indonesia (GBI) Rumah Persembahan Jalan Jamin Ginting Km,115 No.65 Medan memberikan sembako pada komunitas media di Medan, yang terdampak PPKM, Jumat (10/09/2021) Pagi.

Berbagi kasih ini dipersembahkan oleh PT Wilmar Group bekerjasama dengan Yayasan Surya Kebenaran Internasional (YSKI) dan Peduli Sumut.

Penyerahan diberikan kepada sejumlah organisasi media yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independent (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), serta Ikatan Wartawan Online (IWO), dan seniman.

Penyerahan bantuan dipersiapkan dengan tertib sesuai protokol kesehatan. Terlihat para tamu yang datang dipersilahkan duduk di masing-masing kursi yang berjarak 1 meter satu sama lain, dan memasuki lokasi juga dipersiapkan beberapa tempat pencuci tangan.

RE Nainggolan sebagai tokoh masyarakat mengatakan jangan dilihat apa yang diberikan, namun dilihat dari keikhlasan dalam pemberian dan perhatian tersebut.

"Apa yang diberikan sedikit bisa mengobati di massa pandemi. Apalagi saat ini Indonesia adalah negara no. 6 di dunia. Sehingga kita memang harus benar benar ikuti prosedur kesehatan agar dapat mengurangi dampak pandemi," katanya.

Sementara itu, Ketua PWI Sumut, Hermansjah mengatakan bahwa kerjasama dengan yayasan ini sudah berjalan 10 tahun dengan media. Apalagi hari ini yayasan memberikan sembako untuk 575 wartawan.

"Terimakasih kami ucapkan, kerjasama kita dengan Surya Kebenaran yang sudah sekitar 10 tahun, jadi kami sangat mengapresiasi kegiatan ini. Sebagai wartawan kita harus berjibaku meliputi berita ke lokasi sehingga ada beberapa kawan kita yang terpapar Covid-19. Seperti dr. Anita yang mengaku menangani pasien terpapar Covid-19, mudah-mudahan berlaku juga untuk wartawan yang bisa dibantu,"ujarnya.

Walikota Medan, Bobby Nasution mengatakan pemko Medan terus memantau kinerjanya dengan solid dalam mengatasi Covid-19 agar tidak meluas. Inilah kondisi saat ini, dan komunitas media juga berperanan dalam hal itu.

"Kita terus menerus konsisten, ini bentuk kepedulian kita, semoga Covid-19 ini bisa selesai. Selain itu kami ucapkan terimakasih pada pak RE Nainggolan yang banyak memberi masukan. Saya mengajak teman teman media berkolaborasi agar Medan bisa maju," katanya.

Dikatakannya bahwa wartawan juga sangat membantu dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. 

"Intinya dalam memutuskan mata rantai itu adalah, mengajak masyarakat. Kalau kita mengajak di satu tempat tidak tersalurkan, tapi melalui media adalah corongnya,"ujarnya.

Bobby mengajak agar membiasakan pakai masker dan ini adalah salah satu sosialisasi dari peran media yang menyebarkannya. Informasi informasi yang disebarkan itu melalui media, dan Bobby berterima kasih karena telah membantu pemko Medan.

"Bagi yang terpapar,  kita haruskan untuk isoma dan makannya tidak ditanggung keluarganya, ini semua dibiayai Pemko Medan kalau warga Medan. Kalau yang terpapar keluarganya kita kasih suplay makanan sampai sembuh," ujarnya.

Dikatakannya, bahwa sudah 2 bulan Medan menjalani PPKM, untuk itu pihaknya mentrasformasi agar bisa hidup normal seperti biasanya. Sedangkan untuk program vaksinasi di kota Medan terus dioptimalkan.

Syaiful Ramadhan Desak Pemko Medan Revisi Perda Kepling
| Selasa, September 07, 2021

By On Selasa, September 07, 2021


PATIMPUS.COM - Tertangkapnya oknum Kepala Lingkungan (Kepling) dalam kasus pesta Narkoba, menunjukkan adanya kesalahan dalam rekruitment pemilihan kepling.

Menyoroti hal tersebut Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Medan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Syaiful Ramadhan sangat menyayangkan terjadinya hal tersebut. 

Menurutnya Kepling yang seharusnya menjadi contoh dan pengayom dimasyarakat justru melakukan hal yang bertentangan dengan hukum, untuk itu ia mendesak Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Kepala Lingkungan.

Menurut Syaiful pada Dialog Lintas Pagi RRI Pro 1 Medan, Senin (6/9/2021). Ada beberapa persoalan yang disoroti perihal kepling, hal ini sering terjadi permasalahan sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Seperti pengangkatan kepling yang tidak melibatkan masyarakat dikarenakan adanya oknum Kelurahan atau Kecamatan mengambil tindakan sendiri dan pemberhentian kepling secara sepihak padahal kepling tersebut direkomendasikan masyarakat.

"Ya… Saya melihat menemukan adanya permasalahan kepling ini sehingga terjadi kegaduhan, terutama pada pengangkatan kepala lingkungan yang tidak melibatkan masyarakat dikarenakan adanya oknum Kelurahan ataupun Kecamatan melakukan tindakan sendiri dalam memilih kepling dan adanya pemberhentian sepihak padahal kepling tersebut rekomendasi dari masyarakat," ujar Syaiful.

Kedua hal tersebut dinilainya sering membuat kegaduhan di beberapa lingkungan. Selain itu Politisi PKS ini juga melihat adanya persoalan kriteria syarat pengangkatan kepling belum dijalankan dengan baik sesuai Perda yang telah dibuat, seperti salah satu syarat kepling yaitu calon kepling harus bebas dari narkoba, memiliki KTP yang berdomisili di lingkungan tersebut yang menurut temuan Syaiful tidak dilaksanakan dengan baik oleh oknum lurah atau camat.

Syaiful juga mendesak perlunya diterbitkan Perwal (Peraturan Walikota) tentang kepling ini agar kriteria syarat kepling bisa dijalankan dengan baik, menurutnya seharusnya setiap peng-SK-an kepling dengan 3 tahun periodenya bisa diperbaharui dengan dengan melampirkan syarat bebas narkoba sehingga hal tertangkapnya oknum kepling dalam pesta narkoba tidak terjadi lagi.

Bang SR sapaan akrab Syaiful Ramadhan, juga menyoroti permasalahan kepling seperti adanya sistem kerajaan. Menurutnya, adanya sistem kerajaan ini menjadi persoalan yang harus diperhatikan juga dan harus diubah. Sebab menurut temuannya yang didengarnya langsung dari aspirasi masyarakat saat melakukan reses tentang perda di beberapa lingkungan, kebanyakan masyarakat tidak menginginkan hal itu terjadi.

Menyikapi hal tersebut Syaiful menyuarakan perlunya ditambahkan dalam perda tersebut perioditasi masa jabatan kepling. Jika masa jabatan kepling 3 tahun dalam 1 periode, menurutnya 3 periode masa jabatan kepling sudah cukup, dan setelah itu harus diganti.

"Kita mendengar langsung aspirasi masyarakat, adanya sistem kerajaan dalam pengangkatan kepling dan masyarakat tidak menginginkan kerajaan tersebut. Untuk itu saya sudah menyuarakan perlunya dibuat periodeisasi masa jabatan kepling. Presiden saja 2 periode cukup, kalau kepling saya rasa 3 periode cukup lah," ujarnya.

Tertangkapnya oknum kepling dalam kasus narkoba dan adanya temuan persoalan-persoalan tersebut yang merupakan aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan Syaiful untuk mendesak Pemko Medan agar melakukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 9/2017 tentang Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Lingkungan.

Diakhir dialog, Syaiful yang juga Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Medan berharap dan mendorong Pemko Medan segera mengkaji ulang perda tentang kepling ini, melihat fakta di lapangan apa yang kurang agar ditambahi agar tidak menjadi polemik di masyarakat, dan ia juga meminta kepada lurah dan camat untuk tidak main-main dalam perda pengangkatan dan pemberhentian kepling ini dan perihal pengangkatan dan pemberhentian kepling harus merujuk kepada perda yang dibuat. Dan terakhir kepada masyarakat juga harus proaktif dalam menyuarakan aspirasinya khususnya perihal tentang perda kepling. (son)

Gudang di Tanjung Priok Terbakar
| Senin, September 06, 2021

By On Senin, September 06, 2021


PATIMPUS.COM - Gudang di Jalan Agung Karya, Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, hangus terbakar, Minggu (5/9/2021) jam 22.50 WIB.

"Objek kebakaran gudang c Dunex. Pengerahan 20 unit mobil pemadam," kata Humas Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta Mulat Wijayanto, dalam keterangan tertulis, Minggu (5/9/2021).

Mulat mengatakan, proses pemadaman masih berlangsung. Belum diketahui penyebab kebakaran.

Selain itu, belum ada laporan terkait korban jiwa maupun luka-luka.

"Situasi di lokasi perambatan sudah dapat di lokalisir. Saat ini masih menyala dan masih dalam penanganan oleh petugas," kata dia. (*)

PTPN II Diduga Isolir Kediaman Pensiunan
| Minggu, September 05, 2021

By On Minggu, September 05, 2021


PATIMPUS.COM - PTPN II diduga memanfaatkan anak dibawah umur dan oknum aparat, untuk menutup akses keluar masuk kediaman pensiunan di Kebun Helvetia, Dusu I Desa Helvetia, Labuhan Di, Delisersang, Kamis (2/9/2021).

Padahal saat itu LBH Medan sedang meminta jawaban Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Deliserdang tentang surat penolakan pengajuan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) yang diajukan oleh PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial.

"Jelas atas kejadian dihari yang bersamaan ini, kami sebagai kuasa hukum Masidi, dkk yang merupakan pensiunan PTPN II akan mendesak DLH Kabupaten Deliserdang untuk segera menjawab secara tertulis surat penolakan pengajuan studi AMDAL dari kami yang diajukan oleh PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial agar ditolak dan kami akan sangat merasa kecewa apabila ternyata pengajuan AMDAL tersebut dikabulkan oleh DLH Deliserdang, sebab bila dikabulkan akan berpotensi terjadi pelanggaran terhadap hak asasi dan hak warga negara pensiunan baik dari segi kesehatan, sosial, ekonomi dan lainnya, sehingga patut dan wajar apabila permohonan oleh PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial tidak dikabulkan," jelas Kepala Divisi SDA, LBH Medan Muhammad Alinafiah Matondang SH MHum kepada wartawa, Jum'at (3/9/2021).

Menurut Alinafiah, selain dilakukan pemagaran pada siang hari, pihak PTPN II juga melakukannya pada malam hari. Upaya itu mereka lakukan agar keluarga pensiunan terisolir atau tidak bisa keluar masuk di lahan tersebit. Beruntung upaya itu tidak berhasil sebab dihalangi oleh keluarga pensiunan dan dibantu oleh masyarakat sekitar.

"Apabila dari pihak PTPN II bersama dengan oknum-oknum militer tetap melaksanakan pemagaran rumah pensiunan yang mengakibatkan keluarga pensiunan itu tidak bisa lagi keluar masuk akses ke rumah dia, itu sama dengan pihak PTPN II dan oknum militer itu melakukan penyanderaan atau menahan mereka, sehingga berakibat kepada perampasan kemerdekaan bagi keluarga pensiunan itu. Nah perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 333 ayat 1 KUHP. Dan apabila itu terjadi, LBH Medan akan melakukan pengaduan ke pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara atas adanya dugaan tindak pidana tersebut," sebut Ali kepada wartawan.

Bahkan Ali juga menjelaskan selain kepada hukum pidana tersebut, tindakan perampasan kemerdekaan itu juga melanggar ketentuan Pasal 34 Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Selain itu juga dengan adanya dugaan keterlibatan anak-anak dalam melakukan pekerjaan pemagaran dan pembokaran rumah di lokasi perumahan pensiunan yang diawasi oleh PTPN II dan oknum militer itu juga melanggar Undang Undang pelindungan anak dan Undang Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Pasal 64 tentang Eksploitasi Ekonomi terhadap Anak.

"Kami dari LBH Medan menyayangkan adanya dugaan keterlibatan anak-anak dibawah umur dalam melakukan pemagaran dan pembongkaran rumah di sebelah pensiunan, yang diawasi oleh pihak PTPN II dan oknum-oknum militer di lokasi kejadian sehinga ini jelas melanggar Undang Undang pelindungan anak dan Undang Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Pasal 64 tentang Eksploitasi Ekonomi terhadap Anak," beber Ali kepada wartawan.

Ali juga sangat menyayangkan adanya dugaan keterlibatan beberapa oknum militer atas adanya dugaan perbuatan tindak pidana perlindungan anak terhadap Anak dan perampasan kemerdekaan terhadap keluarga pensiunan sebab sebagaimana yang telah diatur Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004. 

"Fungsi dan tugas TNI adalah menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa namun dalam hal ini oknum oknum militer ini telah melenceng dari tugas dan fungsinya dan bahkan terkesan dijadikan alat intimidasi terhadap Keluarga Pensiunan atas adanya perselisihan lahan dengan pihak PTPN II," sebut Ali.

Kembali lagi di jelaskan Ali tentang persoalan AMDAL yang diajukan oleh PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial agar tidak dikabulkan bahwa sebelumnya pada hari Kamis tanggal 15 Juli 2021 lalu, pihak PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial mengiklankan pengumuman pada pemberitaan salah satu koran ternama di Kota Medan bahwa akan melakukan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) terhadap areal lahan seluas 6,88 Ha dan luas Bangunan 33,901 meter kubik yang didalamnya termasuk areal tanah dan perumahan pensiunan karyawan yang tengah dihuni oleh pensiunan selama berpulan tahun secara terus menerus.

"Atas hal tersebut, Kami melakukan tanggapan dan permohonan penolakan persetujuan AMDAL yang ditujukan kepada 7 pejabat tinggi di Sumatera Utara yang berkompeten terkait AMDAL ini khususnya kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 22 Juli 2021 yang lalu, namun hingga saat ini LBH Medan belum mendapatkan balasan atau konfirmasi resmi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Deli Serdang bahwa AMDAL yang diajukan oleh PT. Kota Delimegapolitan Kawasan Residensial ini disetujui atau ditolak," ungkap Ali lagi. (*)

RS Colombia Asia Pastikan Tagih Biaya Pasien Covid Rp 87 Juta
| Kamis, September 02, 2021

By On Kamis, September 02, 2021


PATIMPUS.COM - Rumah Sakit Columbia Asia Medan membantah melakukan tagihan biaya ratusan juta terhadap pasien Covid-19 atas nama Ria Anjelia Siregar atas perawatannya di rumah sakit swasta ini, seperti informasi yang tengah beredar.

General Manager RS Columbia Asia Medan Deny Hidayat menyampaikan, yang ada ialah, tagihan pasien dilakukan, karena dari total biaya perawatan Rp456 juta, yang bisa dicover oleh Kemenkes adalah sebesar Rp366 juta, sehingga sisanya Rp87 juta menjadi beban pasien.

"Jadi tidak ada istilah kami mengejar keluarga untuk melakukan pembayaran," ungkapnya didampingi Direktur RS Colombia Asia Medan Prof dr Sutomo Kasiman dan Medical Service Manager dr Sabar Petrus Sembiring, Kamis (2/9/2021).

Lebih lanjut Deny menjelaskan, RS Columbia memang menerima segala jenis proses pembayaran Covid-19 baik asuransi, korporasi, pribadi maupun kemenkes. Jadi, kata dia, pasien dapat memilih mau menggunakan sektor dan jaminan seperti apa dalam perawatan yang ingin diterimanya. 

"Itu menjadi hak dari pada si pasien sendiri dan kita hanya mengakomodir berdasarkan permintaan pasien. Dalam hal kasus ini, pasien datang bersedia untuk membayar pribadi," jelasnya.

Selain itu, lanjut dia, proses pelayanan kesehatan di RS Columbia mulai dari setiap tindakan dan pengobatan yang diberikan kepada pasien akan selalu dimintakan persetujuan kepada keluarga. Karena, tanpa adanya persetujuan, tegasnya, pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa.

"Jadi selalu kita komunikasikan kepada keluarga pasien bila ada prosedur, obat dan tindakan berbeda berdasarkan kondisi klinis kepada keluarga pasien untuk meminta persetujuan. Dan kami juga memiliki prosedur pemberitahuan jumlah tagihan setiap hari, sehingga pasien tahu seperti apa mereka punya biaya selain kondisi kesehatan sendiri," ujarnya.

Sementara itu, terhadap klaim biaya Kemenkes, Deny mengatakan, juga memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi pasien agar pihaknya bisa jaminkan. Karenanya, dari total biaya tersebut, biaya sebesar Rp87 juta menjadi tagihan kepada pasien. "Itu lah kejadian yang sebenarnya," ucapnya.

Deny menceritakan, pasien sendiri datang ke RS Colombia atas rujukan RS lain pada 27 Juli dengan keadaan cukup kritis. Namun setelah dirawat selama sekitar 20 hari, tepatnya pada 19 Agustus 2021, pasien meninggal dunia.

Sebelum perawatan, sambung dia, keluarga pasien juga telah menyimpan deposito sebesar Rp166 juta. Namun ujar Deny, karena pembiayaan semakin membesar, RS menawarkan agar tagihan ditagihkan ke Kemenkes saja.

"Jadi kami sudah memberikan solusi yang terbaik dan pasien setuju," sebutnya.

Selanjutnya, lantaran keluarga sedang berduka karena meninggalnya pasien, pihaknya pun memberikan waktu selama 2 minggu untuk kembali datang menyelesaikan segala administrasi yang dibutuhkan untuk klaim biaya ke Kemenkes. Begitu juga dengan pemotongan deposito sesuai dengan biaya yang tidak ditanggung Kemenkes tersebut.

"Karena tanpa suami menandatangani itu tidak bisa kami klaimkan ke kemenkes," imbuhnya. 

Akan tetapi, timpal Deny, beredar kabar dari keluarga pasien jika RS Columbia menagihkan biaya ratusan juta kepada mereka. Hal ini yang sangat disayangkan oleh pihaknya. 

"Bahwa pasien memilih membayar diawal itu tidak bisa kita cegah, mungkin  diawal tidak berpikir biaya sebesar itu sehingga bersedia membayar pribadi," terangnya.

Deny menambahkan, memang untuk pasien Covid-19 tidak semata-mata biaya perawatannya akan langsung ditutupi oleh Kemenkes. Karena sebetulnya aturan dan kondisi klinis tertentu yang harus dimiliki pasien, sehingga biaya bisa diklaimkan. 

"Yang 87 juta tidak bisa diklaimkan karena pasti akan ditolak. Tapi yang perlu jadi perhatian di rumah sakit manapun, bahwa ada tindakan yang tidak ditanggung Kemenkes akan menjadi tanggungan pribadi pasien. Dan itu berlaku bagi seluruh RS di dunia dan Indonesia," pungkasnya. (*)

Gangguan Tuli Bisu Dapat Diatasi Dengan Stem Cell
| Kamis, September 02, 2021

By On Kamis, September 02, 2021


PATIMPUS.COM - Ada harapan baru bagi penderita difabel. Untuk penanggulangan gangguan tuli bisu, dapat diatasi dengan terapi Stem Cell. Cara ini diharapkan bisa menggantikan tindakan operasi yang memakan biaya Rp300 juta lebih. 

"Saya baru menguji penelitian S3, Dr. Indri Spesialis THT. Saya juga promotor, pembimbingnya, kita menghasilkan temuan baru cara penanggulangan orang tuli bisu. Selama inikan orang tuli bisu itu bisa menggunakan alat bantu dengar, tapi kalau berat harus dilakukan operasi. Kalau operasi alatnya saja Rp300 juta, belum lagi operasinya. Sekarang kita meneliti bahwasanya Stem Cell ada harapan menggantikan operasi itu," kata Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K) dari KOMDA PGPKT (Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian) Sumut, Kamis (2/9/2021).

Dalam penelitian dr. Indri, Sp-THT tersebut, Stem Cell yang dipakai dari vulva gigi susu, berhasil diubah menjadi sel-sel rambut yang ada di koklea di telinga. "Orang nggak bisa dengar karena sel rambut itu tidak tumbuh atau sangat minimal sekali tumbuh. Nah, kita bisa menumbuhkan itu dari sel vulva gigi susu, yang di dalam itu diambil lalu dipicu dengan bahan-bahan tertentu, maka jadi sel syaraf rambut di koklea di telinga, pengganti yang tak tumbuh," imbuhnya.

Menurutnya, secara empitro laboratorium, penelitian dr. Indri Sp-THT itu sudah berhasil mengubah sel dari vulva gigi menjadi sel-sel rambut yang ada di koklea di telinga. "Ini jadi harapan besar karena memang angka tuli bisu ini cukup besar, 1 dari 1000 kelahiran itu berisiko mengalami tuna rungu dan lebih kurang 5000 anak-anak yang lahir setiap tahun tuli bisu. Maka SLB kita setiap kab/kota tidak pernah sepi muridnya," ungkapnya.

Diharapkannya, penemuan dr. Indri Sp-THT ini jadi penelitian awal, kemudian bisa dilanjutkan dengan binatang percobaan. "Diharapkan terapi Stem Cell bisa menggantikan operasi. Kalau operasi biayanya mahal. Kemudian komplikasi operasi, karena operasi dekat syaraf muka kalau kena bisa mencong terus itu. Kalau terapi stem cell tidak seperti itu, kita suntikkan melalui darah atau kita kateterkan sampai ke daerah telinga, maka tumbuh rambut-rambut di koklea dan macam orang normal," tuturnya. 

Namun, lanjutnya, baik tindakan operasi dan terapi Stem Cell ini dilakukan saat usia bayi tuna rungu di bawah dua tahun atau di bawah satu tahun. "Stem sell disuntikkan di bawah dua tahun atau dibawah satu tahun. Di atas dua tahun itu udah kecil kemungkinan bisa kembali mendengar, maka sebaiknya tindakan operasi atau penyuntikan Stem Cell sebelum dia mulai berbicara. Apalagi dilakukan saat dewasa itu tidak mungkin, karena dia sudah terbiasa menggunakan bahasa isyarat," ungkapnya lagi.

Dia juga mengharapkan, adanya laboratorium Stem Cell lengkap di USU. Laboratorium Stem Cell di USU baru sebagian alat-alatnya. Jika laboratorium kita ada maka jauh lebih mudah, dan Stem Cell bisa dipakai dari mana saja, kalau dr Indri dari vulva gigi, dari tali pusat orang juga bisa, itu bisa dipakai untuk siapapun. Ternyata tali pusat itu tidak direject. Inilah kita sedang berupaya karena alat USU baru separuh jalan, mudah-mudahan rektor sekarang bersemangat untuk itu," tuturnya.

Dia menyarankan, bayi baru lahir harus diskrining secara dini untuk mengetahui apakah mengalami gangguan pendengaran atau tidak. 

"Harus dilakukan secara dini, karena bayi tuna rungu itu tidak semua butuh operasi atau terapi Stem Cell, tetapi bisa hanya dengan alat bantu dengar namun harus dilakukan secara dini," sarannya.

Ditambahkannya, sejak 2010, Komda PGPKT sudah keliling ke kab/kota untuk mengajarkan bidan cara skrining dini pendengaran bayi. "Kita ajarkan ke bidan. Bayi baru lahir inikan dimandikan oleh bidan. Pada hari ke lima belas, minggu kedua dilakukan tes sederhana. Bunyikan aja gelas dengan sendok, kalau normal dan mendengar bayi akan bereaksi, kalau si bayi tenang-tenang aja, berarti ada gangguan, baru dibawa ke dokter THT untuk memastikan kerusakan," tambahnya. (*)